
Oleh : Adam Pramugio Putra, Fira Permata Putri, Iman Ashar Tanjung, M. Rifki Haekal, Riski Amalia
INTRODUCTION
Setiap nagari di Minangkabau memiliki adat yang khas dan unik, yang disebut dengan Adat Salingka Nagari sebagai pedoman masyarakat mengatur tata kehidupan. Begitu pula di Nagari Bukik Tandang, masyarakatnya masih berpegang teguh mendalami Adat Salingka Nagari Beberapa diantaranya adalah adat istiadat baralek/perkawinan, yang mengatur proses pernikahan dari awal hingga akhir; adat menerima kemenakan baru, yang menyambut anggota keluarga baru; turun mandi, yaitu upacara untuk bayi yang baru lahir; batagak pangulu/batagak gala, yang berkaitan dengan pengangkatan pemimpin adat atau penghulu; serta adat kematian (Susungan), yang mengatur proses penguburan dan penghormatan bagi yang telah meninggal.
Tradisi-tradisi ini menjadi ciri khas Nagari Bukik Tandang dan terus dilestarikan oleh generasi ke generasi. Adat istiadat yang dijalankan di Nagari Bukik Tandang tidak hanya terbatas pada momen-momen bahagia, tetapi juga merangkul setiap fase kehidupan, termasuk ketika seseorang berpulang. Salah satu adat penting yang berkaitan dengan kematian adalah Susungan yaitu adat Maanta Mayit Ka Pandan Pakuburan. Berbeda dari pengantaran mayat yang pada umumnya menggunakan keranda besi, Nagari Bukik Tandang menggunakan keranda tradisional yang terbuat dari Bambu, keranda inilah yang dinamakan Susungan. Dalam konteks adat kematian ini, susungan merujuk pada bentuk gotong royong yang dilakukan oleh masyarakat saat ada warga yang meninggal dunia. Ketika seorang wafat, seluruh masyarakat Nagari Bukik Tandang akan berkumpul untuk memberikan bantuan, baik dalam bentuk tenaga, materi, maupun dukungan emosional kepada keluarga yang berduka. Kegiatan ini melibatkan banyak aspek, mulai dari persiapan pemakaman, pengurusan jenazah, hingga acara adat yang menyertainya.
Selain sebagai bentuk penghormatan kepada yang meninggal, susungan juga merupakan cerminan dari nilai-nilai solidaritas dan kebersamaan yang tinggi di masyarakat Nagari Bukik Tandang. Tradisi ini mengajarkan pentingnya saling membantu dan bergotong royong dalam menghadapi masa-masa sulit. Dengan cara ini, susungan tidak hanya menjaga kelestarian budaya adat kematian, tetapi juga memperkuat ikatan sosial di antara warga Nagari Bukik Tandang. Meskipun adat Susungan memiliki nilai sejarah dan budaya yang sangat penting bagi masyarakat Nagari Bukik Tandang, salah satu permasalahan utama yang muncul adalah ketiadaan catatan sejarah yang pasti mengenai asal-usul tradisi ini. Susungan hanya diwariskan melalui pesan dan amanat lisan yang diturunkan dari generasi ke generasi, tanpa dokumentasi tertulis yang memadai. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam memahami makna mendalam dari setiap bentuk, tanda, dan proses yang terdapat dalam Susungan, termasuk penggunaan keranda bambu dan rangkaian prosesi adat lainnya. Tidak adanya tulisan akademik atau penelitian resmi mengenai adat ini juga menimbulkan kekhawatiran bahwa suatu hari nanti keterangan atau penjelasan yang terkait Susungan akan hilang ditelan waktu. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendokumentasikan dan melestarikan adat Susungan, agar tradisi ini dapat terus dipahami, dijaga, dan diwariskan kepada generasi mendatang, sekaligus memperkaya khazanah budaya Minangkabau secara keseluruhan.
RESULTS AND DISCUSSION
- Sejarah susungan
Susungan adalah salah satu tradisi adat kematian yang dijalankan di Nagari Bukik Tandang. Dalam tradisi ini, Susungan merujuk pada keranda yang dibuat dari bambu dan disiapkan segera setelah kabar duka datang dari salah satu warga nagari. Kata Susungan berasal dari dua kata, yaitu susun yang berarti "menyusun" dan usuang yang bermakna "mengusung" atau "mengangkat untuk dibawa." Dengan demikian, Susungan secara harfiah diartikan sebagai sesuatu yang disusun untuk mengusung jenazah dan dibawa ke Pandan Pakuburan sesuai dengan adat dan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun. Pada masa dahulu, orang-orang Islam terdahulu mengusung jenazah ke kuburan hanya dengan menggunakan tenaga beberapa orang, biasanya tiga orang atau lebih, tergantung berat jenazah. Setelah Islam masuk ke Minangkabau, muncul pepatah "alam takambang jadi guru." Pepatah ini mengajarkan bahwa alam merupakan sumber belajar yang sejati, serta anugerah dari Allah SWT.
Alam dengan segala isinya memberikan hikmah dan pelajaran, menjadi pedoman hidup yang berharga. Dari alam, manusia bisa memperoleh segala yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemahaman tersebut, masyarakat Bukik Tandang melihat potensi alam, khususnya bambu (batuang), sebagai bahan yang mudah didapat dan sangat berguna. Bambu yang kuat, fleksibel, dan banyak tersedia di alam, dipilih sebagai bahan dasar untuk membuat susungan, sebuah keranda tradisional untuk mengusung jenazah. Dengan memanfaatkan batuang, mereka memudahkan proses membawa jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.
Seiring dengan penggunaan yang praktis dan melimpahnya bambu, tradisi menggunakan susungan terus berkembang hingga menjadi bagian dari adat penguburan di Nagari Bukik Tandang.Susungan telah menjadi bagian penting dari adat istiadat di Nagari Bukik Tandang, diwariskan secara turun-temurun oleh para niniak mamak kepada generasi penerus. Mereka mengamanatkan agar tradisi susungan ini tetap dijaga dan dilestarikan sebagai salah satu ciri khas Nagari Bukik Tandang.
Hingga saat ini, amanat tersebut terus dipegang teguh oleh masyarakat. Baik dari kalangan ampek jinih, pemuda, maupun masyarakat umum, semuanya turut berperan aktif dalam menjaga kelestarian tradisi ini. Mereka ikut serta dalam setiap proses pembuatan susungan, mulai dari awal hingga akhir, menunjukkan nilai gotong royong yang kuat dan rasa hormat terhadap adat yang sudah menjadi identitas mereka. Dengan demikian, susungan tidak hanya menjadi alat dalam prosesi penguburan, tetapi juga simbol kebersamaan dan penghormatan terhadap leluhur di Nagari Bukik Tandang.
- Bagian-bagian susungan
Susungan dalam adat kematian di Nagari Bukik Tandang terdiri dari empat bagian utama, yakni janjang (alas), tunggak nan ampek (empat tiang), alas atok (kerangka atap), dan puncak talang (bagian atas). Setiap bagian dari susungan memiliki makna simbolis yang mencerminkan filosofi masyarakat setempat.
- Janjang (alas): Terbuat dari dua batang bambu, kayu, dan satu helai papan. Janjang berfungsi sebagai landasan untuk meletakkan jenazah, melambangkan fondasi kokoh yang menjadi tumpuan bagi pelaksanaan adat kematian yang dilakukan secara bersamasama di Nagari Bukik Tandang.
- Puncak susungan (talang): Talang yang dipecah dan dianyam membentuk rangka penutup susungan. Ini melambangkan puncak rumah adat, sekaligus mencerminkan pecahan hubungan antara mamak dan kemenakan. Simbol ini juga memperkuat makna gotong royong dan kerja sama dalam adat melalui dukungan dari tiang nan ampek.
- Tunggak nan ampek (empat tiang): Melambangkan empat tiang utama dalam masyarakat, yaitu ampek jinih yang terdiri dari penghulu, dubalang, manti, dan malin. Tiang-tiang ini menggambarkan kerja sama yang erat antara mamak dan kemenakan, serta peran penting tokoh-tokoh adat dalam memperkokoh kebersamaan.
- Alas atok (kerangka atap): Dibuat dari pelepah anau yang kuat dan kokoh, melambangkan kegunaan setiap bagian dari pohon anau. Ini diharapkan mencerminkan bahwa jenazah selama hidupnya juga membawa manfaat bagi sesama, sama seperti pohon anau yang setiap bagiannya bermanfaat.
- Kain Panjang (penutup): Terdiri dari tujuh helai kain panjang yang menutupi seluruh susungan. Ini melambangkan kerja sama antara niniak mamak dan bundo kanduang, serta simbol penghormatan dan keterpaduan dalam adat yang menyatukan semua bagian susungan.
- Macam-macam susungan
Untuk anak-anak di bawah usia lima tahun, jenazah tidak menggunakan Susungan, melainkan hanya didukung atau digendong oleh ayah mereka Jika ayah nya tidak ada maka diganti oleh pihak Bako. Susungan memiliki 3 macam yang berbeda :
- Bagi remaja yang sudah mencapai usia baligh namun belum menikah, hanya menggunakan bagian alas yang disebut janjang.
- Bagi orang dewasa yang telah menikah, sudah bisa memakai susungan yang berbentuk seperti rumah adat, lengkap dengan Janjang sampai ke Puncak Susungan.
- Khusus untuk Niniak Mamak Ampek Jinih, yang terdiri dari Penghulu, Dubalang, Malin, dan Manti, pada bagian puncak susungan ditambahkan dengan pakaian menurut jabatan yang dibawanya semasa hidup sebagai penghormatan khusus bagi peran mereka dalam masyarakat.
- Proses adat kematian di nagari Bukik Tandang
Proses adat kematian di Nagari Bukik Tandang dimulai ketika seseorang meninggal dunia dalam kaumnya. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah kemenakan memberi kabar kepada Mamak Kapalo Warih atau kepala kaum, Malin Suku, serta memberitahukan karib kerabat, tetangga, dan masyarakat sekitar. Pengumuman kemudian disampaikan kepada khalayak ramai melalui pengeras suara di masjid, mushalla, atau surau. Setelah pemberitahuan, dilanjutkan dengan persiapan penyelenggaraan, termasuk menyiapkan tempat seperti tikar, kasur, kursi, dan tenda.
Tradisi Masyarakat di nagari Bukik Tandang untuk bergotong royong membantu pelaksanaan persiapan adat kematian diantaranya:
- Bagi ibu-ibu sebagai bentuk seperti pepatah adat Barek Samo Dipikua, Ringan Samo Di Jinjiang. Dalam bentuk sabarek saringan membawa beras,gula, dan telur yang dimasukkan ke dalam kibang (Tas Kecil).
- Bagi bapak-bapak membantu dalam bentuk tenaga untuk persiapan pembuatan susungan sampai membantu persiapan penggalian kuburan. dan bagi Malin Suku dan Alim Ulama membantu Cabiak (Gunting) Kafan sampai memandikan mayat dan mengkafani mayat.
Ninik Mamak membagi tugas kepada kemenakan untuk mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat Susungan. Bahan-bahan tersebut meliputi: batang bambu (batuang), tiga helai pelepah aren (palapah anau), satu batang talang manangah sejenis bambu yang bisa di pecah, sembilan batang kayu biasa sebagai induk penyanggah, selembar papan, segulung tali rafia sebagai pengganti ijuk, serta kain panjang sebanyak tujuh helai. Setelah semua bahan terkumpul, perlengkapan ini dibawa ke rumah duka atau sipangka.
Masyarakat kemudian segera membuat Susungan secara bergotong royong tanpa perlu diminta, karena kebiasaan membantu sesama sudah menjadi tradisi di Nagari Bukik Tandang. Hal ini mencerminkan semangat kebersamaan yang dipegang teguh oleh masyarakat melalui pepatah "Kaba Elok Bahimbauan, Kaba Buruak Bahambauan." Ungkapan ini berarti bahwa kabar baik, seperti perhelatan atau kenduri, disampaikan melalui undangan resmi, sedangkan kabar buruk, seperti kematian, datang tiba-tiba dan saat di sampaikan kabar tersebut para pelayat di Nagari Bukik Tandang datang tanpa perlu diundang. Tradisi ini mencerminkan nilainilai kebersamaan dan solidaritas yang kuat di tengah masyarakat, di mana setiap masyarakat merasa terpanggil untuk datang dan memberikan dukungan kepada keluarga yang berduka secara spontan.
Setelah semua bahan terkumpul, proses pembuatan Susungan pun dimulai. Langkah langkahnya ialah sebagai berikut :
- Membagi bambu (batuang) menjadi dua bagian untuk membuat janjang atau alas dengan ukuran kurang lebih 2.5 meter.
- Setelah dibagi, kayu yang telah disiapkan digunakan sebagai penopang, sehingga terbentuk janjang yang menyerupai tangga.
- Setelah alas atau janjang selesai, dipasangkanlah tiang penyangga atau tonggak, sehingga keseluruhan kerangka memiliki enam tiang dan 4 kaki.
- Selanjutnya, dipasang kerangka atap pada tiang-tiang tersebut menggunakan dua pelepah anau yang dipasang memanjang dan tiga pelepah anau lainnya dipasang secara melebar.
- Pada bagian tengah atap, di mana pelepah anau bertemu, kayu penopang dipasang untuk meletakkan batang talang yang telah dipecah bagian bawahnya.
- Puncak Susungan, berupa batang talang, ditancapkan ke dalam kayu tersebut, dan bagian bawah talang yang sudah dipecah tadi dililitkan pada pelepah anau, membentuk pola jaring-jaring atau lilitan.
- Setelah pecahan talang selesai dililitkan pada pelepah anau, kain panjang sebanyak tujuh lembar kemudian dipasang di sekeliling kerangka Susungan. Kain ini menutupi seluruh permukaan Susungan, sehingga tampak rapi dan tertutup sepenuhnya.
- Pada bagian puncak, kain tersebut juga dililitkan pada batang talang yang menjadi penopang utama puncak Susungan.
- Khusus untuk Niniak Mamak Ampek Jinih, yakni Penghulu, Dubalang, Malin, dan Manti, pada puncak Susungan dipasangkan deta (ikat kepala) dan baju kedudukan mereka. Misalnya, jika seorang penghulu meninggal, maka baju penghulu dipasangkan pada puncak Susungan, begitu pula untuk kedudukan lainnya, sebagai tanda penghormatan atas peran mereka dalam masyarakat.
Saat Susungan dikerjakan, secara bersamaan masyarakat juga melakukan penggalian kubur. Sebelum proses penggalian dimulai, ada sebuah prosesi yang disebut mancacak kubua, yang dilakukan oleh ulama untuk menandai tanah yang akan digali sebagai kuburan. Prosesi ini juga dikenal sebagai penggalian kubur pertama. Sebelum memulai mancacak kubua, ulama tersebut memimpin doa terlebih dahulu, memohon restu agar proses penggalian berjalan lancar. Setelah tanda diberikan dan doa selesai dibacakan, penggalian kubur dilakukan hingga kedalaman setinggi telinga orang dewasa.
Setelah jenazah selesai dimandikan dan dikafani, jenazah dimasukkan ke dalam Susungan. Setelah mayat di masukkan kedalam Susungan pihak sipangka meminta kerilaan kepada para pelayat. Lalu Susungan di bawa ke masjid untuk dishalatkan. Setelah shalat jenazah dilakukan, jenazah kemudian dibawa menuju ke Pandan Pakuburan untuk dimakamkan. Orang-orang yang mengangkat Susungan adalah anggota keluarga dari sipangka, meskipun di sepanjang perjalanan tugas ini bisa digantikan oleh masyarakat umum atau jika kekurangan orang untuk mengangkatnya. Setibanya di kuburan, jenazah dimasukkan ke liang lahat oleh sipangka (Keluarga Duka) dan jenazah dihadapkan ke arah kiblat. Rumah sudah kemudian ditutup dengan papan sebelum akhirnya kuburan ditimbun. Setelah semua prosesi penguburan selesai, salah seorang yang ditunjuk oleh mamak membawakan pidato singkat yang berisi pemberitahuan bahwa akan ada pengajian untuk 3 hari kedepan. Pidato ini diakhiri dengan doa bersama di kuburan. Sebagai penanda sementara, Susungan yang digunakan untuk membawa jenazah tadi diletakkan di atas kuburan.
- Manigo hari
Setelah jenazah dikuburkan, rangkaian adat dilanjutkan dengan prosesi manigo hari (mengaji tiga malam).
- Pada malam pertama, disebut Mambasuah Lantai, dihadiri hanya oleh keluarga inti dari sipangka tanpa kehadiran masyarakat.
- Malam kedua, disebut Mengaji Duo Malam, masyarakat mulai berdatangan, dan yang menarik adalah bahwa kehadiran mereka dilakukan secara spontan, tanpa undangan fisik.
- Malam ketiga, disebut Mengaji Tiga Malam, diikuti oleh lebih banyak orang dari sekitar Nagari Bukik Tandang.
Syarat-syarat untuk pelaksanaan prosesi mangaji tigo malam ini di antaranya adalah:
- Diumumkan setelah jenazah dikuburkan
- Diwajibkan membuat sagun (beras yang di rendang), dan sumandan (keluarga yang mendampingi) membawa makanan ringan dan makanan basah.
- Pakaian untuk acara ini telah disepakati, yaitu perempuan mengenakan baju kuruang dan sipangka memakai sampiang lua. Sedangkan laki-laki atau mamak-mamak memakai baju koko berlengan panjang dan peci hingga lengkap.
- Mamarik kubua
Pada hari keempat setelah penguburan, dilaksanakan prosesi yang disebut Mamarik Kuburan. Dalam prosesi ini, dilakukan pemasangan pagar di sekeliling makam, penempatan batu nisan, serta penyusunan batu-batu untuk membentuk kuburan. Selain itu, susungan yang sebelumnya diletakkan di atas kuburan sebagai penanda sementara akan dibuang, atau bambunya diambil oleh masyarakat lain untuk keperluan lainnya.
Di masa lalu, prosesi Mamarik Kuburan dilakukan secara gotong royong, di mana masyarakat setempat ikut serta membantu dalam proses ini. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan meningkatnya kesibukan sehari-hari, saat ini prosesi tersebut umumnya hanya dilakukan oleh keluarga atau saudara dari sipangka (Keluarga duka). Meski demikian, nilai kebersamaan dan gotong royong dalam prosesi ini masih tetap dihargai dan dijunjung tinggi oleh masyarakat Nagari Bukik Tandang
CONCLUSIONS
Susungan di Nagari Bukik Tandang merupakan salah satu tradisi kematian yang masih dilestarikan hingga kini, mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan gotong royong yang menjadi inti kehidupan masyarakat. Tradisi ini memanfaatkan alam, seperti bambu, untuk membuat susungan yaitu keranda tradisional yang digunakan untuk membawa jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.
Setiap proses dan simbol dalam adat Susungan memiliki makna filosofis yang mendalam, mulai dari struktur susungan itu sendiri hingga prosesi seperti manigo hari, manujuah hari, ampek puluah hari, manyaratuih hari (100 Hari) dan mamarik kuburan. Namun, kurangnya dokumentasi tertulis menjadi tantangan besar dalam melestarikan adat ini. Sebagian besar informasi diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi, tanpa catatan yang pasti mengenai asal-usul tradisi tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini diaharapkan mampu untuk menjaga dan memperkaya khazanah budaya Minangkabau, serta memastikan tradisi ini terus diwariskan kepada generasi mendatang.
Footnotes
Bustaheri. (26 September 2024). Wawancara pribadi mengenai Proses pembuatan Susungan di Nagari Bukik Tandang. [Tempat: Rumah Ketua Bundo Kanduang Nagari Bukik Tandang].
Detik. (n.d.). Adab mengusung jenazah sesuai sunnah Rasulullah SAW. https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6879335/adab-mengusungjenazah-sesuai-sunnah-rasulullah-saw
Historia. (n.d.). Menggali sejarah pemakaman. Diakses pada [29 September 2024], dari https://historia.id/asal-usul/articles/menggali-sejarah-pemakaman-P4Wxx
Wan, (28 September 2024). Wawancara pribadi mengenai peran pemuda dan Masyarakat dalam pembuatan Susungan di Nagari Bukik Tandang.[ Tempat: Pabrik Penggilingan Padi].
Rafnis, ( 25 September 2024 ). Wawancara pribadi mengenai Peran Bundo Kanduang atau Perempuan pada tradisi Susungan di Nagari Bukik Tandang. [Tempat: Rumah Ketua Bundo Kanduang Nagari Bukik Tandang].
Syahrul, ( 28 September 2024). Wawancara pribadi mengenai Sejarah atau asal usul Tradisi Susungan di Nagari Bukik Tandang. [ Tempat: Rumah Gadang suku Caniago Nagari Bukik Tandang].
Syafridon ( 27 September 2024). Wawancara pribadi Mengenai Makna dan Proses Adat Kematian Susungan di Nagari Bukik Tandang. [Tempat: Balai Adat Nagari Bukik Tandang].
Waldi ( 30 September 2024). Wawancara pribadi mengenai proses adat kematian Susungan menurut syariah Islam di Nagari Bukik Tandang.[Tempat : Rumah Ketua Majelis Ulama Nagari Bukik Tandang].

